Bismillahirrahmanirrahim.
Aku menganggap proses sepasang insan manusia menuju bahtera rumah tangga adalah ibarat pohon. Semua harus tumbuh mulai dari akar hingga ke ujung daun, sempurna sehingga akan menjadi kuat. Karena pernikahan yang baik adalah pernikahan yang hanya sekali dalam seumur hidup.
Sebelum dimulainya perjalanan ini, aku ingin bercerita sedikit tentang kisahku dengan Fikri. Bagaimana kami bertemu, bagaimana kami memutuskan untuk berpacaran, bagaimana kami membangun hubungan ini dan bagaimana bisa kami memutuskan untuk menikah.
Pertemuanku dengan Fikri
Kami satu kantor. Aku lebih dulu masuk di tahun 2014, lalu selisih 3 bulan dari itu Fikri datang. Sebenarnya di awal mula dari kisah kami, aku gak pernah tertarik dengan dia. Tegur sapa pun tidak pernah sejak awal mula Fikri masuk, hanya ketika pengenalan keliling karyawan - karyawan baru. Itu pun aku gak hapal wajahnya, apalagi namanya. Saat itu, sekitaran bulan Oktober perusahaan kami baru saja menginstall program baru yang gunanya untuk bisa chatting sesama karyawan. Fikri mulai mengajakku ngobrol melalui program itu. Merasa aneh, aku hanya balas seadanya.
Tahun 2014 adalah tahun terberatku, masalah - masalah kehidupan tak kunjung menampakkan akan berakhir. Ada yang lain di bulan Desember itu, ketika malam sebelum natal. Aku harus lembur dengan pekerjaan bertumpuk - tumpuk yang tak kian habis. Kondisi tubuhku saat itu nyaris sekarat, flu berat, demam tinggi, sama sekali susah untuk konsentrasi, sempat nangis di meja kerja karena udah gak kuat tapi masih punya tanggung jawab. No one was available to get complains from me about what i felt, except the boy who was getting addicted texting me everyday, yaitu Fikri. Tiba - tiba, ada sekantung plastik obat dan YOU C 1000 mendarat di meja kerjaku, dan itu dari Fikri. Since that time, i know i owe him something, a kindness.
Faktanya, aku masih memiliki kekasih saat itu, tapi kami tidak terkoneksi dengan baik secara lahiriah. In fact, he was never there for me and i always can not be good enough for him. The distance kept separating us and deep inside my heart i knew we will not work it out. The main reasons i said that were mostly because we've got different family culture and perspective in life.
In relationship (again)
Tepat pada hari ulang tahunku, 26 April 2015 lalu aku dan Fikri resmi pacaran. Setelah dihadapkan dengan beberapa kontroversi di hidup kami 3 bulan sebelumnya, kami akhirnya sepakat untuk berpacaran yang dipondasikan dengan komitmen bahwa hubungan ini sudah pasti akan kami bawa menuju ke pelaminan.
Ya, memang ada kontroversi 3 bulan sebelum tanggal 26 April itu. Dari mulai keputusanku untuk memutuskan hubungan dengan masa laluku yang diwarnai dengan aksi drama "please, come back to me i'm begging you". (And you know if a man tells you something like that, that's a bullshit. don't ever try to come back, because i'm pretty sure a few weeks after he said that, he will hook up with another girl. I've experienced some cases before, so just don't come back). Be consistent with your decision, girls!.
Kemudian dihadapkan keputusan Fikri untuk benar - benar membatalkan pernikahan dengan tunangannya. Well, it's very ironic if i tell you why. But what's passed is passed. We are ready to start a new one now :)
How we maintain IT
Kami memang belum memiliki usia pacaran yang sangat lama seperti halnya kebanyakan pasangan yang pada akhirnya memutuskan untuk menikah. Tapi, di usia kami saat ini, yaitu aku 25 tahun dan Fikri 27 tahun, kami sudah cukup matang dan bertanggung jawab dengan keputusan - keputusan yang dibuat. Kami belajar dari pengalaman supaya tidak lagi mengulang kesalahan yang pernah terjadi dan kami melakukan hal - hal berikut untuk tetap menjaga hubungan yang sehat :
- Review Hubungan, dilakukan setiap satu minggu sekali atau kapanpun ketika kami merasa menemukan sesuatu yang mengganjal. Di sini, kami bisa komplain sepuasnya tentang apa aja di antara kami, baik dan buruk bilang aja, gak ada gengsi gak ada malu. Ini untuk kebaikan bersama soalnya, jadi apa yang mengganjal bisa langsung dikasih solusi. Manfaatnya, aku dan Fikri jadi jarang banget galau dan berantem, karena gak ada hal yang dipendam.
- Buka - bukaan soal masa lalu, pernah kemana aja sama mantan - mantan, pernah ngapain aja, kenapa putus, kisah dulu - dulu kaya apa jelek dan baiknya. Semua udah dikupas habis berduaan. Kami sepakat untuk gak ada yang boleh ditutupin, sehina apapun, seburuk apapun bilang aja. Kalau ada yang bilang: "udahlah gak usah bahas yang dulu - dulu, kan kita jalan ke depan, bukan ke belakang" jangan dengerin! Itu persepsi yang salah. Emangnya mau ketika udah jalan jauuuuuuuuuh banget ke depan, eh gak taunya di tengah jalan nemu sesuatu yang gak diduga - duga atau yang belum diketahui sebelumnya? Pernah ngalamin? Naaaah, itulah kenapa hal ini penting. Bukan ngungkit yang dulu - dulu namanya, tapi diskusi dan ngasih tahu hal - hal yang sebaiknya dikasih tau dulu sebelum memulai suatu hubungan. Mungkin pasangan kamu bisa nerima atau nggak, itu resikonya. Mending tahu sekarang atau kecewa di akhir cerita? Kalau aku sih lebih baik tahu sekarang. Alhamdulilah, aku dan Fikri sama - sama bisa menerima apapun yang pernah terjadi di kehidupan kami sebelum kami bertemu bahkan sampai sekarang.
- Make time, not finding time. Kualitas pertemuan itu ada ukurannya lho. Jangan dipikir cuma sekedar ketemu, nonton, makan, pulang udah jadi quality time. Kualitas pertemuan yang baik itu ketika kamu dan pasangan bisa ketemu tanpa ada beban, bercanda lepas, komunikasi hal - hal yang baik dan berguna untuk hubungan kalian. Kalo aku dan Fikri, kami berusaha untuk tiap hari ketemu (meskipun satu kantor, kami beda ruangan jadi ada kemungkinan gak ketemu) dan weekend harus banget diusahakan untuk quality time, kalau sabtu gak bisa ya minggu, kalau bisa kita pergi ke tempat yang belum pernah kami kunjungi atau pilihan lain bisa juga Fikri yang main ke rumah aku atau sebaliknya, silaturahmi antar dua keluarga juga harus dijaga.
- Give and give. Take and give? Duh, itu mah berat sebelah. Masa satu orang terus yang ngasih? Ngasih itu gak cuma hadiah aja, tapi ngasih perhatian dan ngasih - ngasih yang lainnya. Kalau aku dan Fikri, kami biasanya selalu saling bawain sarapan atau makan siang secara gantian, selagi bisa kami pasti bakalan ngasih satu sama lain, gak cuma itu, tapi ketika dia sakit juga kadang aku beliin obat dan sebaliknya atau kalau gak memungkinkan bisa juga ngasih perhatian dengan cara lain. Pokoknya harus dijaga supaya kalian tetap seimbang.
Why do we decide to get married?
Fikri adalah yang laki - laki yang aku cari. Dia selalu mendengarkan segala keluh kesah dan semua mimpi yang aku punya, dan mendukungnya dengan sangat baik. Kami begitu seimbang dan saling menyeimbangkan. Yang jelas di hubunganku bersama Fikri, there is no drama, kita menjalaninya dengan dewasa sekali :). Karena itulah dari sebuah ketidakyakinan, kini aku menjadi yakin.
Fikri selalu bilang tentang prinsipnya bahwa dia akan bahagia jika aku bahagia dan dia sudah membuktikannya, so everything's not just words. He will be my one last time boyfriend, husband to be, a father to be (Insya Allah).
Fikri selalu bilang tentang prinsipnya bahwa dia akan bahagia jika aku bahagia dan dia sudah membuktikannya, so everything's not just words. He will be my one last time boyfriend, husband to be, a father to be (Insya Allah).
Begitulah kira - kira cerita ringkasnya. Semoga semua yang kami rencanakan ini lancar dan semua diridhai oleh Allah SWT. Aamiin YRA.